Sabtu, 05 Februari 2011

PERENCANAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERENCANAAN PEMERINTAHAN DAERAH
 MELALUI SEBUAH FORMULA  PERENCANAAN STRATEGIS

Salah satu persoalan serius yang terjadi dalam pembangunan daerah  dari waktu ke waktu dan berdampak pada lambatnya  kemajuan di daerah adalah “ kontinuitas program atau  sustainabilitas pembangunan pada beberapa periode yang masih rendah”.  Hal ini ikut disebabkan oleh efek politik yang  secara disadari  atau tidak, melekat pada diri setiap  regim kekuasaan yang ada di daerah  yang pernah berganti setiap lima tahun.  Perubahan regim kepemimpinan pemerintahan daerah secara ideologis kadang juga ikut mengubah haluan pembangunan. Ada kecendrungan memutus rantai rencana program pembangunan dari regim ke regim, sehingga pembangunan dari waktu ke waktu antara regim yang satu dengan yang lainya terkesan mengalami inkoneksitas  terutama pada tataran penetapan kebijakan dan strategi implementasinya. Setiap regim berganti selalu  diikuti dengan perubahan konsep pembangunan pada tataran operasional teknis.  Regim manapun, siapapun pemimpinnya, dengan cara bagaimanapun,  semua bermuara pada visi yang satu dan sama yaitu : menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Dengan demikian tuduhan subyektif di atas dapat ditepis karena persoalan itu hanya berubah pada penggunaan cara dan alat ( vehicles dan methods ). Disisi lain tuduhan subyektif diatas mengemuka sebagai konsekwensi logis daripada kegagalan dalam menarik suatu jaringan konsep pembangunan berkelanjutan, dan interkoneksitas  generasi  pemimpin daerah pada berbagai regim. Persoalan ini  secara empiris diarahkan kepada pemerintah daerah-pemerintah daerah  produk orde  lalu, yang masih memiliki patologi orde pembangunan dengan sifat pemerintahan sebagai sebuah “ruling process” sebagaimana menurut Ryass Rasyid dimana ketergantungan pemerintah dan masyarakat  terhadap sebuah sistem kepemimpinan yang sangat tinggi sehingga membuka ruang gerak  pemimpin yang terlalu leluasa dan dominan  dan sebagian  besar kebijakan pembangunan daerah merupakan akumulasi dari keinginan politik pemimpin bersama kroni-kroni, bukan akumulasi dari seperangkat kebutuhan khalayak banyak.  Kebijakan pembangunan memang populer tetapi sangat tidak mengakar pada kebutuhan rakyat  alias tidak populis.
 Penyakit pembangunan  terurai diatas sebenarnya sudah cukup akut, ibarat pohon tua yang bila dipaksa untuk diluruskan akan patah  atau  tumbang. Untuk mengobati penyakit ini hanya akan ampuh melalui penataan managemen pemerintahan dan pembangunan  yang dilakukan oleh sebuah generasi baru  yang memiliki sebuah sistem sosial perdana dan pertama. Atau apabila  hendak ditawarkan pada format pemerintahan daerah yang sedang ada, membutuhkan tekad yang kuat untuk membuat komitmen dan keberanian membuat keputusan  oleh para pemimpin daerah  yang visible.  Dalam managemen pemerintahan, permasalahan pembangunan diatas sebenarnya sangat ditentukan oleh kemampuan sebuah “pemerintahan daerah “ dengan sistem kepemipinan yang handal dan visible. Managemen strategis yang sedang dikembangkan saat ini merupakan respons positif untuk mengobati patologi  pembangunan dimaksud. Pada tataran praktek, implementasi managemen strategis dalam pembangunan pemerintahan harus berjalan secara berangkai dalam sebuah jaringan waktu dan regim secara kontinyu dan sustainable. Dalam  konsep Kybernologi, dan mengikuti semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004,  prof. Taliziduhu Ndraha menawarkan sebuah formula  perencanaan  pembangunan di daerah yang bila dipraktekan akan dapat  menjawab permasalahan di atas.
Formula ini adalah sebuah hasil kajian teoritik Prof.  Taliziduhu Ndraha, perintis Ilmu Pemerintahan Baru “Kybernologi”. Uraian aksiologisnya akan terurai dalam tulisan sederhana ini. Konsep  dan formula  yang hendak diuraikan dibawah ini akan lebih tepat bagi daerah-daerah baru hasil pemekaran yang memulai perencanaan pembangunanya mulai dari awal.  Katakanlah Kabupaten baru mekar dari Ngada “Sabu Raijua”  yang baru saja diresmikan. Lebih tepat lagi apabila memulai dengan menetapkan perencanaan pembangunanya dengan konsep-konsep dan produk kebijakan di bidang perencanaan aktual antara lain Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.  Melalui lima pendekatan  dalam Perencanaan Pembangunan Nasional yakni :  politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah dan bawah- atas,  Pemerintahan Daerah harus mampu membangun sebuah jaringan pembangunan yang mengikat  empat regim pemimpin kedepan selama 20 tahun. Strategi pembangunan harus direncanakan oleh seluruh rakyat di daerah, lalu dimandatkan kepada Pemerintah daerah untuk dilaksanakan. Rakyat menetapkan visi dan misi pembangunan selama 20 tahun  yang terumus dalam RPJPD, lalu diamanatkan kepada empat regim untuk dilaksanakan secara berangkai dan berkelanjutan melalui RPJMD, lalu keempat regim tersebut harus merumuskan rencana tahunannya melalui RKPD.  Konsep ini terumus dalam formula “ 20 : 4  = 5 “. Pembangunan jangka panjang 20 tahun dibagi ke dalam empat regim yang memerintah selama lima tahun. Setiap regim harus bertanggungjawab selama lima tahun dan setiap tahunnya, untuk mewujudkan visi dan misi daerah dengan membuat visi/misi lima tahunan dan visi/misi tahunan. Konsep ini hendak menggugah siapa saja yang pernah berjuang untuk  Sabu Raijua agar berjuang lebih populistis, tidak untuk populer dan mengejar  kepentingan  pribadi.  Pahlawan Sabu Raijua disini adalah pribadi-pribadi yang memiliki jiwa heroik dan elegan dalam menggalang dan menggerakan rakyat Sabu Raijua untuk sejak dini merumuskan sebuah visi/misi Sabu Raijua 20 Tahun pertama. Visi terumus adalah visi daerah, visi masyarakat, yang harus dilaksanakan oleh pemimpin daerah dari masa ke masa oleh regim manapun dari era ke era. Siapapun Bupati yang bakal terpilih dan kelompok elit politik yang akan duduk di kursi DPRD pertama, harus secara promethean menghimpun semua rakyat Sabu Raijua dalam sebuah forum rakyat Sabu Raijua untuk merumuskan sebuah visi  yang lebih aktual bagi rakyat, bukan aktual bagi penguasa dan birokrasi saja. Artinya visi dan misi yang dibuat harus secara nyata merupakan visi  dan misi rakyat Sabu Raijua atau visi daerah sebagai akumulasi dari cita-cita seluruh rakyat di daerah, bukan visi dan misi Bupati secara sepihak. Praktisnya bahwa visi dan misi itu harus disusun oleh rakyat Sabu Raijua lalu disodorkan kepada  setiap kader yang berniat menjadi Kepala Daerah. Indikator calon bermutu adalah kemampuan menterjemahkan visi dan misi daerah ke dalam visi dan misi lima tahunan  dan tahunan oleh regim tertentu. Pada setiap regim lima tahunan dibuat kontrak politik dengan rakyat untuk menjalankan visi dan misi rakyat Sabu Raijua. Konsekwensi politis dan resiko  pemerintahan yang ditanggung harus terakumulasi dalam kontrak tersebut dan mengikat pemerintah daerah dan masyarakat. Jadi mula-mula sebelum dilakukan pemilihan kepala Daerah, maka  masyarakat Sabu Raijua harus merumuskan terlebih dahulu visi dan misi daerah.  Rumusan visi dan misi tersebut kemudian disodorkan kepada setiap pasangan calon kepala Daerah untuk menjadi dasar  kebijakan lima tahunan dan setiap tahun.  Dasar  obral dan janji politik setiap pasangan calon Kepala Daerah harus berangkat dari visi / misi daerah terumus, lalu diterjemahkan ke dalam visi/misi lima tahunan dan visi / misi tahunan. Setiap regim yang pergi dan datang  harus berangkat dari visi dan misi daerah, lalu pada setiap lima tahun selama empat regim bergulir, harus mampu menjabarkan visi daerah ke dalam visi kepala daerah. Pada tataran ini empat regim harus merupakan rangkaian  yang bergerak secara  terangkai tiada putus  menuju cita-cita di tahun ke –20. Regim pertama harus menjadi pelopor dan peletak dasar pembangunan, regim kedua merupakan koneksitas dan keberlanjutan dari regim pertama, selanjutnya regim ketiga, hingga pada regim keempat, harus tiba pada suatu suasana dimana rakyat telah mencapai kondisi kesejahtaraan dan kemakmuran  terukur sesuai dengan visi dan misi yang telah digelar.   Untuk mewujudkan formula ini, dikembangkan  pembangunan pemerintahan menuju sebuah “pemerintah yang baik  (good government} ” melalui dimensi pengembangan  SDM aparatur yang bermutu  yang memiliki  mental dan semangat  “promethean”, yaitu : anti tirani dan pembelajar. Setiap generasi yang memiliki cita-cita memimpin daerah harus sejak dini belajar  dan  setiap kader  harus memiliki ruang dan kesempatan seimbang   dalam bebagai forum politik dan pemerintahan guna mengembangkan diri  untuk ikut mewujdukan visi dan misi daerah.



Ende, 18 Februari 2007
Oleh : Drs. Martinus Satban, M.Si
PNS PADA PEMDA KAB. ENDE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMASYARAKATAN NASIONALISME INDONESIA DAN IDEALISME BUNG KARNO OLEH PERPUSTAKAAN NASIONAL RI UPT PRPUSTAKAAN BUNG KARNO KERJA...